KUDUS – Terkuaknya kesepakatan rahasia yang dilakukan antara Sekretaris Daerah (Sekda) Kudus Noor Yasin dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kudus Joko Triyono dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Konsorsium Masyarakat untuk Kudus Bersih (KMKB), terkait proses hukum kasus tenaga honorer kategori II (K2) di Kudus, memang masih menimbulkan polemik.
Hanya saja, ada pembelaan dari KMKB sendiri, terkait dengan kesepakatan yang ditekennya dengan dua pihak yang mengatasnamakan Pemkab Kudus tersebut.
Sekretaris KMKB Slamet ”Mamik” Machmudi mengakui bahwa pihaknya memang ikut menandatangani surat kesepakatan bersama itu. ”Namun saya minta publik memahami inti surat tersebut,” katanya.
Pemahaman yang diinginkan Mamik sendiri, adalah pada poin bahwa laporan hukum ke Mabes Polri yang dilayangkan tenaga honorer K2 itu, baru akan dicabut dicabut jika hak-hak K2 asli sudah terpenuhi.
”Atau Pemkab Kudus mengakomodir mereka asli sebagai CPNS. Jadi pahami dulu kalimatnya. Kalau itu gagal, maka yang muncul kesalahpahaman seperti sekarang ini,” jelasnya.
Namun, hal itu seolah juga dibantah Mamik, yang malah mengatakan jika kasus hukum justru membuat nasib K2 akan semakin menderita. Dia mengatakan jika berjalannya proses hukum di kepolisian, justru memunculkan perlakuan diskriminatif dan intimidasi terhadap honorer K2 asli.
”Posisi honorer K2 berada pada kondisi lemah. Jika aktivitas pengabdian mereka diputus oleh pengelola tempatnya mengabdi, maka mereka bisa dicoret dari daftar. Dan terpaksa mengulangi masa bekerja dari awal lagi,” tuturnya.
Sebagaimana yang sudah diberitakan, kesepakatan rahasia itu dilakukan antara sekda dan kepala BKD Kudus dengan dua pentolan KMKB. Dua pentolan KMBK tersebut adalah Ketua KMKB Sururi Mujib dan Sekretaris Slamet Mahmudi. Kesepakatan itu dibuat pada tanggal 23 September 2015 lalu, dan bermaterai Rp 6.000.
Inti dari surat tersebut adalah, KMKB yang disebut sebagai pihak kesatu itu, siap untuk mencabut laporan dugaan pemalsuan data atau surat terkait database tenaga honorer K2 Kudus, yang dilaporkan ke Mabes Polri.
Sedangkan sekda dan kepala BKD Kudus yang kemudian disebut pihak kedua, bersedia untuk mengusulkan dan memprioritaskan tenaga honorer K2 yang belum diangkat menjadi CPNS sesuai dengan rekomendasi KMKB, untuk diangkat menjadi CPNS Kabupaten Kudus yang sesuai ketentuan atau peraturan yang berlaku. Dengan mempertimbangkan hasil verifikasi faktual yang dilakukan Tim Verifikasi Kabupaten Kudus.
Dalam surat tersebut, pihak KMKB sepakat untuk mencabut laporan dugaan pidana pemalsuan dokumen berkait tes CPNS untuk honorer KII, sebagaimana Laporan Polisi Nomor LP/122/II/201/Bareskrim tanggal 28 Februari 2014.
Ada sembilan pejabat yang dilaporkan dalam kasus ini. Di antaranya adalah Bupati Kudus H Musthofa, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Joko Triyono, mantan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Sudjatmiko, Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdikpora Catur Sulistyono, dan Kabid Diklat dan Pengembangan BKD Revlisianto Subekti.
Mamik: K2 Asli Sudah Mengetahui Surat Kesepakatan Itu
Disebut-disebut bertindak sendiri saat melakukan penandatanganan surat kesepakatan bersama itu, Sekretaris KMKB Slamet ”Mamik” Machmudi menegaskan bahwa hal itu tidak benar.
Mamik bersikukuh surat ini atas sepengetahuan dan restu dari K2 asli, yang selama ini menggelar serangkaian aksi menuntut haknya dan sekaligus mendesak adanya proses hukum terhadap perekayasa data K2.
Ditegaskan Mamik, KMKB juga tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan laporan. ”Di mana sepenuhnya hak mencabut atau meneruskan perkara pidana berada pada honorer K2. Karena mereka adalah korban dugaan pemalsuan dan rekayasa data itu,” katanya.
Apa yang dikatakan Mamik memang benar. Yang berhak mencabut laporan ke polisi memang adalah pelapor dalam hal ini tenaga honorer K2. Itu sebabnya, ada dua surat kesepakatan yang diteken. Selain dengan KMKB, sekda dan kepala BKD Kudus juga meneken surat kesepakatan bersama dengan dua orang tenaga honorer K2. Mereka adalah Ahmad Syaifuddin dan Yuni Rochyati.
Meski inti surat sama yang itu sama, namun ada satu hal yang menarik yang patut dicermati dalam surat kesepakatan kedua ini. Yakni tidak adanya kata ”siap” dalam surat kesepakatan dengan honorer K2 ini, sebagaimana surat kesepakatan antara sekda dengan KMKB.
Dalam surat kedua yang diteken pada 9 Oktober 2015 itu, disebutkan bahwa Ahmad Syaifuddin dan Yuni Rochyati ”mencabut” laporan polisi atas kasus K2. Ini bisa ditafsirkan bahwa keduanya sudah mencabut laporan polisi itu. Tidak lagi hanya sekadar ”siap”, sebagaimana surat kesepakatan antara sekda dan KMKB tadi. Meski hanya satu kata, namun ada perbedaan arti yang mencolok dari kedua surat kesepakatan tersebut.
Salah satu honorer K2 yang meneken surat kesepakatan tersebut, Yuni Rochayati mengatakan, pihaknya mengetahui isi surat kesepakatan bersama itu. Pihaknya memang berharap pengabdiannya selama bertahun-tahun sebagai tenaga honorer di Labkesda Kudus, berbuah manis dengan diangkat sebagai CPNS.
”Itu memang harapan kita semua untuk bisa diangkat CPNS. Tapi saya juga berharap jika memang polisi memiliki bukti kuat terjadinya pelanggaran, silakan proses hukum jalan terus,” kata Yuni.
Laporan kepada pihak kepolisian ini berawal adanya indikasi kuat terjadinya rekayasa dan pemalsuan data K2. Dan indikasi itu diperkuat dengan adanya hampir 100 nama tenaga honorer yang dianulir dari daftar CPNS, padahal mereka lolos tes seleksi calon abdi negara.
Berdasar data, awalnya ada 206 tenaga honorer yang lolos seleksi CPNS. Namun setelah melalui serangkaian proses verifikasi ulang, hanya 109 nama yang dinyatakan benar-benar K2, dan berhak diangkat sebagai CPNS. Sedang 97 nama lain dicoret dari daftar CPNS karena masuk kategori K2 abal-abal alias palsu.
Yuni berharap 97 formasi yang lowong seiring pencoretan tersebut bisa diisi oleh honorer K2 asli seperti dirinya. Terlebih berdasar uji publik yang digelar tahun 2012, ada 169 nama K2 asli yang memang sudah lama mengabdi di instansi milik pemerintah.
”Perjuangan utama kita memang itu. Kalau soal proses hukum itu wewenangnya kepolisian. Kalau memang tak ada persoalan ya sudah. Tapi kalau ada persoalan teruskan saja dengan harapan kasus serupa tak terulang lagi,” jelasnya. (MERIE)
Sumber: http://www.koranmuria.com